Masihkah kamu peduli terhadap budaya kita? |
ciber-hd |
Eksistensi kesenian tradisional diera milenium saat ini sudah minim perhatian dari
peminat dan pewaris budaya, khusunya dikalangan anak muda di Indonesia. Berbagai kesenian
tradisional ditinggalkan dan dilupakan, mulai dari kesenian wayang hingga
kesenian tari. Hal ini yang kemudian memicu adanya pembaharuan dan revitalisasi
pentingnya seni budaya di masyarakat. Kesenian tradisional dapat menjadi simbol kekayaan intelektual kehidupan dimasa lalu yang dapat menjadi daya tarik wisata untuk saat ini, seperti telah diketahui bahwa saat ini sudah banyak desa/kota yang berusaha menjadikan tempatnya menjadi desa/kota wisata.
Jathilan adalah salah satu kesenian tari yang sudah lama dikenal
oleh masyarakat jawa, khususnya masyarakat yogyakarta. Jathilan dikenal juga
dengan nama kuda lumping ataupun jaran kepang diwilayah jawa tengah dan secara
khusus disebut dengan Ebeg oleh masyarakat Banyumasan. Nama Jathilan berasal
dari bahasa jawa yaitu “Jarane jan thil-thilan tenan”, jika diartikan
kedalam bahasa indonesia berarti kudanya benar-benar joget tak beraturan. ini
dapat dilihat ditari jathilan versi aslinya yang melibatkan unsur gaib
didalamnya seperti kerasukan dan melibatkan atraksi-atraksi ekstrem seperti
makan pecahan kaca dan gelas. Kesenian tari jathilan dahulu kala
sering dipentaskan pada dusun-dusun kecil. Pementasan ini memiliki dua
tujuan, yang pertama yaitu sebagai sarana menghibur rakyat sekitar, dan yang
kedua juga dimanfaatkan sebagai media guna membangkitkan semangat rakyat dalam
melawan penjajah.
Ada beberapa cerita awal sejarah mengenai
jatilan. Versi pertama menceritakan jatilan adalah kesenian yang mengisahkan
perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan penjajahan
Belanda. Sebagaimana yang kita ketahui, Sunan Kalijaga adalah sosok yang acap
menggunakan budaya, tradisi dan kesenian sebagai sarana pendekatan kepada
rakyat, maka cerita perjuangan dari Raden Patah itu digambarkan kedalam bentuk
seni tari jathilan. Versi terahkir adalah jatilan merupakan cerita
Panji
Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala
Manik.
Perkembangan jaman menuntut kesenian
tradisional untuk tampil beda dan lebih kreatif, karenanya kreasi dan inovasi
seolah diwajibkan apabila kesenian tradisional ingin tetap bertahan
dan tetap eksis di era saat ini. Berbagai inovasi yang dilakukan biasanya
terkait dengan gerakan dan elemen-elemen tari yang diganti atau dihilangkan
dalam pertunjukan. Begitu pula pada pengembangan seni jathilan ini, agar
tak begitu asing bagi anak-anak jaman sekarang,
maka dikembangkanlah jathilan dengan sentuhan kreasi baru.
Pembeda dari jatilan kreasi baru/modern dibandingkan jathilan klasik adalah pada gamelan sebagai musik
pengiring dan juga pada penampilan, baik pemain tambahan, pakaian ataupun
aksesorisnya. Sebagai contoh adalah terdapatnya tambahan
gamelan dengan drum ataupun alat musik lain yang menggabungkan antara
pentatonis dengan diatonis. Pada sisi penampilan, seni tradisonal jathilan ‘kreasi baru’ adakalanya
menampilkan peran “celeng” (babi), “munyuk” (monyet), dan beberapa penari
topeng. Bahkan ada juga jathilan gedruk, yaitu jathilan
yang beberapa penarinya mengenakan aksesoris klinthing di kakinya sehingga
menimbulkan suara bergemerincing secara kompak. Salah satu pembeda utama adalah
tidak menampilkan bagian kerasukan didalam aksinya.
Menumbuhkan minat dan kepedulian terhadap kesenian tradisional adalah hal penting untuk
mulai terlibat dalam melestarikan budaya ini, tanpa ketertarikan
yang ada didiri kita kesenian ini tidak akan bermakna” tutur Risky syahputra
(23 tahun) salah satu penari penari jathilan kreasi di taman budaya yogyakarta (21/10/2018).
2 Comments
keren gan, salut buat kesenian yang dilestarikan..
ReplyDeletejangan lupa mampir juga ke blog ane
http://matakt.blogspot.com/
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete