Hobi Membaca
Btw, saklek mempunyai arti positif dan negatif
loh
“eh..Dina saja tuh, dia
kan hobi baca buku, pasti pintar dong” atau, “ciee..rajinnya..mau jadi menteri ya, ko rajin
banget baca buku”
sebuah kalimat basa-basi tetapi perlu untuk dirubah. Biarlah orang
membaca dimanapun dan kapanpun tanpa perlu adanya justifikasi yang menghambat
dan membatasi ruang, karena sejatinya itu adalah proses belajar, bukankah islam
juga memerintahkan hal tersebut. Terkait hasil, itu urusan belakangan. Karena
dampak negatif yang ada itulah sekarang kita juga mengenal istilah body
shaming dan cat calling.
Coba kita kilas balik sebentar, data dari pemerintah menyebutkan
bahwa tingkat buta huruf pada tahun 2013 sebesar 10,21% (rentang usia 5 tahun),
1.5% (usia 15-24 tahun), 5,32% (usia 25-44 tahun) dan 25,43% (rentang usia 45
tahun keatas). Sekarang mari kita bandingkan dengan masa sekarang, data
terakhir tercatat pada tahun 2017 di badan pusat statistik pemerintah tercatat
tingkat butu huruf indonesia adalah 4,50% (rentang usia 15 tahun), 0,94% (15-44
tahun), dan 11.08% (45 tahun keatas), yang itu artinya terjadi terjadi
perubahan positif yang merupakan suatu kemajuan bagi bangsa ini, bayangkan saja
jika angka itu tetap tidak berubah dari awal kemerdekaan atau berubah tetapi
sangat lambat, tentu itu hal butuk yang tidak diinginkan sementara jumlah warga
negara ini terus bertambah. Maka membaca merupakan bentuk syukur yang paling
bagus untuk dibudayakan.
seperti halnya membaca, tidak semua orang suka atau tertarik
(read: Hobi) pada aktivitas yang satu ini. padahal untuk era seperti sekarang
ini dimana arus informasi berkembang sangat cepat, persaingan industri dan
kualifikasi pekerja yang sangat ketat hingga adanya sistem kapital yang
menekankan bahwa siapa yang kuat yang akan berkuasa, aktivitas membaca sudah
seharusya menjadi kebutuhan dan bukan lagi dipandang hanya sebagai hobi, karena
istilah hobi lebih diartikan sebagai aktivias sekunder atau bahkan tersier.
Menulis merupakan salah satu keterampilan yang perlu dilatih dan
dibiasakan, terlebih lagi keterampilan ini merupakan salah satu indikator
keilmuan seseorang dalam ranah kognitif, terkhusus untuk seorang akademisi.
Walaupun menulis tidak harus dengan format yang sama dengan mereka (tetapi
tetap perlu dipelajari). Seperti bagi seorang seniman/sastrawan, menulis
mempunyai pola yang berbeda dari aturan baku dan penggunaan bahasa. Contoh lain
yang lebih sederhana adalah menulis surat untuk pacar ataupun sahabat, seorang
anak yang mengirim pesan kepada orang tua dan kegiatan menulis di buku diary
yang ringan dan lebih bebas. Semua contoh aplikasi dari keterampilan ini
disesuaikan dengan tujuan dan kepentingan masing-masing individu.
Berikut adalah beberapa
hal yang mendasari seseorang untuk menulis
1. Kepentingan
2. Tujuan baik jangka pendek ataupun jangka panjang
3. Berbagi
Seperti hal-nya tulisan disini, tujuan utama penulis adalah jalan
sambil belajar, berbagi pengalaman, ide, cerita, dan beberapa kisah yang saya
anggap cukup menarik untuk dibagikan.
****
sebagaimana kita tahu bahwa menulis secara garis besar dibagi
menjadi dua jenis yaitu menulis formal (menggunakan tata aturan kepenulisan dan
bahasa yang baku) dan nonformal, yang membedakan keduanya adalah penggunaan
bahasanya. Untuk memulai menulis tidaklah harus terlalu saklek pada
tata aturan yang ada. Ada hal lain yang perlu diperhatikan, contohnya adalah
membentuk kebiasaan/Habit. Otak kita perlu untuk terbiasa
mengekspresikan kata-kata di kepala dan apa yang ada didalamnya dalam bentuk
karya tulis. Dimulai dengan hal-hal ringan yang dibiasakan seperti menulis
kegiatan dan kesan-kesan menarik di buku diary, menulis status di media sosial
yang terkadang sok filosofis, tweet-tweet yang sedikit menggunakan kata-kata
tetapi bermakna dan berbobot. Menuliskan keresahan dan ketidakpuasan atas suatu
hal dan lain sebagainya. banyak orang sudah mempraktikannya, terutama tweet dan
status, karena hal itulah situs-situs media sosial berubah menjadi perusahaan
raksasa yang meraup banyak untung karena banyaknya pengguna disitus mereka.
Walaupun terdapat hal negatif didalamnya tetapi tidak semuanya, masih terdapat
aspek positif yang masih bisa diambil dan dipetik manfaatnya. Dalam jangka
waktu tertentu akankah lebih baik jika kita mencoba untuk menuangkan isi kepala
dalam jumlah kata yang lebih banyak. Tentu saja menulis dengan sedikit kata dan
banyak kata adalah hal yang berbeda, tetapi untuk terus meningkatkan potensi
yang ada pada diri kita, why not?
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menulis
1. Sasaran pembaca
2. Media yang dipakai
Klasifikasi jenis
tulisan berdasarkan isinya
1. Edukasi
2. Hiburan
3. Motivasi/inspirasi
4. Berita
5. Tips and trik
6. Konten pribadi
Cara menemukan ide:
1. Memaksimalkan 3 aspek dari fungsi indera pada
manusia (melihat, mendengarkan, dan merasa.
2. Nongkrong dengan teman (konkow)
3. Merenung
4. Berpikir melawan batas tabu/melawan batas
5. Membaca buku
Tidak peduli apa kata orang, selama kita berada dijalur yang tidak
merugikan orang lain dan bermanfaat dan berpotensi untuk mengembangkan skill
kita. Kenapa tidak? Ada kalanya kita tidak perlu terlalu mengiyakan kata orang.
Kita perlu saklek untuk hal-hal yang positif.
Terkadang orang bingung milih ide, bingung mau mulai darimana,
sampai akhirnya tidak menemukan jawaban yang memuaskan dan badmood. Pada
mulanya janganlah muluk-muluk,mulailah dari hal yang terdekat dan hal yang kita
tahu. Yang kamu perlukan saat ini hanya perlu terbiasa hingga akhirnya semua
menjadi kebiasaan dengan hasil yang diatas batas biasa. Ingatlah bahwa tujuan
tulisan bukan hanya untuk hal-hal yang berbau uang/komersial, tetapi juga
banyak yang lain diluar itu.
0 Comments